Lihat Saja Tulisan Ini!!!
>> Rabu, 01 April 2009
Akan kuceritakan sebuah pengalaman…..
Aku pernah mengikuti lomba menulis yang diberi tajuk "Lomba Menulis Surat Cinta untuk DPRD SUMUT: Yang Muda Yang Membuat Perubahan." Surat cinta yang kutulis tentu bukan surat yang berisi kata-kata pujian dan romantis yang biasa diberikan kepada Sang Kekasih. Surat cinta yang kumaksud adalah ide atau gagasan-gagasanku yang kutuangkan lewat tulisan yang nantinya akan–HARUS!–dibaca oleh wakil-wakil rakyat.
Begini suratnya:
Lubukpakam, 16 Desember 2008
Yth. Bapak/Ibu DPRD Sumut
Assalamu’alaikum WR. WB.
Senang rasanya saya bisa berbincang-bincang dengan Anda sekalian meski cuma lewat surat ini. Toh, jika dapat membuat hati saya tenang, tidak masalah, bukan? Sebelumnya saya ingin menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya Bapak Syamsul Arifin, SE dan Bapak Gatot Pujo Nugraha, ST sebagai gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara. Saya berharap Anda bisa menjadi teladan sekaligus orangtua bagi seluruh pemuda dan anak-anak Sumatera Utara.
Baiklah. Lewat surat ini, saya berharap Bapak/Ibu DPRD Sumut bisa menjadi ‘orangtua’ saya yang lain yang mau mendengar keluh kesah anaknya. Sama halnya seperti orangtua kebanyakan.
Negeri yang besar, adalah negeri yang mencintai budayanya. Terlebih pemuda-pemudi yang merupakan generasi selanjutnya yang dituntut untuk terus melestarikan budaya-budaya tersebut. Berkaitan dengan tema yang dibicarakan, yaitu “Yang Muda Yang Membuat Perubahan”, ada baiknya Anda mulai saat ini berpikir untuk menciptakan ruang kebudayaan bagi masyarakat, khususnya pemuda-pemudi Sumatera Utara. Saya sadari, sangat sedikit ruang kebudayaan yang ada di Sumatera Utara. Kalaupun ada, paling berdomisili di Medan atau kota-kota besar didekatnya. Lantas muncul pertanyaan di kepala saya, apakah masyarakat daerah tidak layak mempelajari budayanya sendiri?
Ruang kebudayaan sejatinya adalah tempat untuk masyarakat, khususnya remaja mempelajari budayanya sendiri, yang ironisnya mulai tenggelam justru karena perilaku pemiliknya sendiri. Sangat sedikit saya temukan pagelaran-pagelaran budaya di daerah saya–Lubukpakam. Justru yang semakin menjamur adalah acara-acara pementasan band-band ibukota yang alirannya sudah jelas tidak mencerminkan kebudayaan Indonesia. Mereka menjelma menjadi serigala yang seolah-olah menciptakan kebudayaan baru yang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan yang kita anut.
Anehnya, masyarakat kita sangat menerimanya dengan tangan terbuka. Bahkan, seolah-olah mereka sudah siap (menerima lagi) dengan arus-arus kebudayaan luar yang akan masuk ke negara kita. Maka, terciptalah kondisi diskriminatif terhadap budaya lokal yang justru dilakukan oleh masyarakat lokal juga. Saya sangat khawatir ketika para remaja saat ini lebih suka mementaskan acara-acara berbau kontemporer ketimbang tradisionil. Bahkan mereka terkesan enggan untuk menampilkan seni-seni tradisionil masyarakat kita. Kalaupun mau, itupun karena dipaksa atau sekedar untuk mendapatkan nilai ujian praktik. Melihat kondisi seperti ini, tidak menutup kemungkinan Indonesia beberapa tahun yang akan datang akan dijajah oleh musuh-musuh yang sifatnya abstrak tapi sesungguhnya lebih berbahaya dan kejam ketimbang Belanda ataupun Jepang.
Saya sangat berharap sekali Bapak/Ibu DPRD Sumut mau memberikan sarana bagi remaja di Sumatera Utara untuk mempelajari budayanya sendiri. Hitung-hitung sebagai upaya pelestarian dan pembentengan bagi remaja di sini agar tak mudah menerima budaya luar begitu saja. Jadi, saat arus budaya luar masuk ke dalam negeri, kami (para remaja) sudah bisa mem-filter-nya agar budaya dalam negeri tak tenggelam oleh budaya asing. Di samping itu, hal ini juga membuat kita sadar akan identitas diri sebagai anak lokal yang terdidik dan belajar sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam dunia ke-timuran.
Satu hal lagi, keberhasilan tidak dicapai semata-mata dari pendidikan formal saja. Saya memegang filosofi: kita hidup dari bakat dan kreativitas. Pendidikan formal sama sekali tidak menunjang kehidupan kita 100 %. Kehidupan bahagia yang saya maksudkan di sini bukan semata-mata kita hidup digelimangi materi. Income yang berpuluh-puluh juta, ataupun jabatan setinggi langit. Tapi kehidupan bahagia yang sejati adalah ketika kita bisa merasakan ketenangan secara spiritual dan kesenangan dari dalam jiwa yang sangat langka didapat oleh orang lain.
Oleh karena itu, saya berharap kepada Bapak/Ibu DPRS Sumut untuk memperhatikan nasib para pemuda di sini dan di daerah lainnya dengan menciptakan wadah yang berfungsi untuk mengembangkan bakat dan potensi para remaja. Banyak yang bisa digali dari pemuda-pemudi Sumatera Utara. Hanya saja, potensi itu tersembunyi di lubang yang paling dalam karena kurang adanya media yang memfasilitasinya.
Justru yang semakin berkembang adalah papan-papan reklame yang mempromosikan segala macam bentuk barang. Bahkan gambar-gambar yang ditampilkan cenderung tidak mendidik. Masih bagus kalau iklan-iklan tersebut mengandung unsur yang mampu membangkitkan semangat masyarakat dalam menjalani kehidupan dan meraih keberhasilan. Ironisnya, saya melihat iklan-iklan tersebut justru mendukung terciptanya masyarakat baru yang konsumtif, bukan produktif. Apalagi ketika saya melihat ada beberapa papan reklame yang ditempeli tulisan seperti: REKLAME INI BELUM BAYAR PAJAK. Geli rasanya hati ini melihat pemandangan seperti itu.
Saya sempat berpikir, bagaimana sih sebenarnya kerjaan badan-badan tertentu untuk mengurus hal semacam ini. Masyarakat menjadi kurang peduli terhadap peraturan, mungkin karena perilaku dari pihak yang menjaga undang-undang itu sendiri yang (maaf) kurang beres. Jadinya, pihak-pihak itu cenderung lebih suka melakukan tindakan represif ketimbang tindakan preventif. Apalagi ketika ada baliho besar yang dipasang di persimpangan empat yang menutupi traffic light. Sungguh pemandangan yang mengerikan.
Saya hanya berharap, Bapak/Ibu DPRD untuk bersikap peduli terhadap rakyat kecil. Terhadap pemuda-pemuda dari latar belakang keluarga yang tidak mampu. Karena justru dari merekalah, bangsa ini bisa berdiri layaknya menara Eiffel yang menjulang seperti menembus langit. Anda cukup memberikan peluang bagi kami semua, para remaja Sumatera Utara, untuk mengembangkan bakat dan potensi yang ada. Manfaatkanlah sumber daya yang ada. Tidak mesti dari kapasitas yang besar. Mulailah dari hal paling kecil. Sebab, dari hal kecil kita bisa menciptakan gagasan yang besar.
Yang perlu saya ingatkan kepada Anda adalah ketika Anda sudah terpilih menjadi anggota DPRD Sumut, itu berarti perubahan berpihak kepada Anda. Entah perubahan besar, kecil, baik, atau buruk, tinggal bagaimana Anda menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Hati Anda adalah hati rakyat. Pikiran Anda adalah apa yang dipikirkan rakyat. Dan ucapan Anda adalah realitas yang benar-benar diharapkan oleh rakyat. Jadilah pribadi yang tegas, jujur, berkeadilan, dan antisipasi.
Seperti apa yang dikatakan Satjipto Rahardjo dalam bukunya, Indonesia adalah negara dengan makna. Maka, galilah makna tersebut dalam kehidupan kita semua. Karena dengan menemukan makna, kita dapat mengetahui kehidupan yang sesungguhnya. Kita dapat merasakan bahwa kita sama-sama menginginkan hal yang sama. Berjuang untuk yang sama. Dan kelak, kita akan sama-sama merasakan apa yang telah kita perbuat.
Yah, mungkin itu saja yang bisa saya beritahukan kepada Bapak/Ibu DPRD Sumut. Terimakasih karena mau mendengarkan keluh kesah saya. Dalam pribadi saya, Anda telah menjadi orangtua yang berhasil ketika Anda mencoba untuk menerima kritikan dan hinaan dengan hati yang lapangan. Sebab hati yang besar, adalah ketika kita mencoba menerima kita apa adanya. Ketika kita mencoba membenarkan realitas ketimbang absurditas.
Assalamu’alaikum WR. WB.
He….he…., entah apa maksudku mempublikasikan tulisan ini? Tapi, yang jelas tulisan ini telah mengantarkanku menjadi peringkat ketiga dalam lomba itu. Ah, entah kalian akan mengerti atau tidak, aku hanya ingin menepuk pipi kalian saja.
Paling tidak supaya kalian bangun dari kenyataan!!!!!
Aku pernah mengikuti lomba menulis yang diberi tajuk "Lomba Menulis Surat Cinta untuk DPRD SUMUT: Yang Muda Yang Membuat Perubahan." Surat cinta yang kutulis tentu bukan surat yang berisi kata-kata pujian dan romantis yang biasa diberikan kepada Sang Kekasih. Surat cinta yang kumaksud adalah ide atau gagasan-gagasanku yang kutuangkan lewat tulisan yang nantinya akan–HARUS!–dibaca oleh wakil-wakil rakyat.
Begini suratnya:
Lubukpakam, 16 Desember 2008
Yth. Bapak/Ibu DPRD Sumut
Assalamu’alaikum WR. WB.
Senang rasanya saya bisa berbincang-bincang dengan Anda sekalian meski cuma lewat surat ini. Toh, jika dapat membuat hati saya tenang, tidak masalah, bukan? Sebelumnya saya ingin menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya Bapak Syamsul Arifin, SE dan Bapak Gatot Pujo Nugraha, ST sebagai gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara. Saya berharap Anda bisa menjadi teladan sekaligus orangtua bagi seluruh pemuda dan anak-anak Sumatera Utara.
Baiklah. Lewat surat ini, saya berharap Bapak/Ibu DPRD Sumut bisa menjadi ‘orangtua’ saya yang lain yang mau mendengar keluh kesah anaknya. Sama halnya seperti orangtua kebanyakan.
Negeri yang besar, adalah negeri yang mencintai budayanya. Terlebih pemuda-pemudi yang merupakan generasi selanjutnya yang dituntut untuk terus melestarikan budaya-budaya tersebut. Berkaitan dengan tema yang dibicarakan, yaitu “Yang Muda Yang Membuat Perubahan”, ada baiknya Anda mulai saat ini berpikir untuk menciptakan ruang kebudayaan bagi masyarakat, khususnya pemuda-pemudi Sumatera Utara. Saya sadari, sangat sedikit ruang kebudayaan yang ada di Sumatera Utara. Kalaupun ada, paling berdomisili di Medan atau kota-kota besar didekatnya. Lantas muncul pertanyaan di kepala saya, apakah masyarakat daerah tidak layak mempelajari budayanya sendiri?
Ruang kebudayaan sejatinya adalah tempat untuk masyarakat, khususnya remaja mempelajari budayanya sendiri, yang ironisnya mulai tenggelam justru karena perilaku pemiliknya sendiri. Sangat sedikit saya temukan pagelaran-pagelaran budaya di daerah saya–Lubukpakam. Justru yang semakin menjamur adalah acara-acara pementasan band-band ibukota yang alirannya sudah jelas tidak mencerminkan kebudayaan Indonesia. Mereka menjelma menjadi serigala yang seolah-olah menciptakan kebudayaan baru yang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan yang kita anut.
Anehnya, masyarakat kita sangat menerimanya dengan tangan terbuka. Bahkan, seolah-olah mereka sudah siap (menerima lagi) dengan arus-arus kebudayaan luar yang akan masuk ke negara kita. Maka, terciptalah kondisi diskriminatif terhadap budaya lokal yang justru dilakukan oleh masyarakat lokal juga. Saya sangat khawatir ketika para remaja saat ini lebih suka mementaskan acara-acara berbau kontemporer ketimbang tradisionil. Bahkan mereka terkesan enggan untuk menampilkan seni-seni tradisionil masyarakat kita. Kalaupun mau, itupun karena dipaksa atau sekedar untuk mendapatkan nilai ujian praktik. Melihat kondisi seperti ini, tidak menutup kemungkinan Indonesia beberapa tahun yang akan datang akan dijajah oleh musuh-musuh yang sifatnya abstrak tapi sesungguhnya lebih berbahaya dan kejam ketimbang Belanda ataupun Jepang.
Saya sangat berharap sekali Bapak/Ibu DPRD Sumut mau memberikan sarana bagi remaja di Sumatera Utara untuk mempelajari budayanya sendiri. Hitung-hitung sebagai upaya pelestarian dan pembentengan bagi remaja di sini agar tak mudah menerima budaya luar begitu saja. Jadi, saat arus budaya luar masuk ke dalam negeri, kami (para remaja) sudah bisa mem-filter-nya agar budaya dalam negeri tak tenggelam oleh budaya asing. Di samping itu, hal ini juga membuat kita sadar akan identitas diri sebagai anak lokal yang terdidik dan belajar sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam dunia ke-timuran.
Satu hal lagi, keberhasilan tidak dicapai semata-mata dari pendidikan formal saja. Saya memegang filosofi: kita hidup dari bakat dan kreativitas. Pendidikan formal sama sekali tidak menunjang kehidupan kita 100 %. Kehidupan bahagia yang saya maksudkan di sini bukan semata-mata kita hidup digelimangi materi. Income yang berpuluh-puluh juta, ataupun jabatan setinggi langit. Tapi kehidupan bahagia yang sejati adalah ketika kita bisa merasakan ketenangan secara spiritual dan kesenangan dari dalam jiwa yang sangat langka didapat oleh orang lain.
Oleh karena itu, saya berharap kepada Bapak/Ibu DPRS Sumut untuk memperhatikan nasib para pemuda di sini dan di daerah lainnya dengan menciptakan wadah yang berfungsi untuk mengembangkan bakat dan potensi para remaja. Banyak yang bisa digali dari pemuda-pemudi Sumatera Utara. Hanya saja, potensi itu tersembunyi di lubang yang paling dalam karena kurang adanya media yang memfasilitasinya.
Justru yang semakin berkembang adalah papan-papan reklame yang mempromosikan segala macam bentuk barang. Bahkan gambar-gambar yang ditampilkan cenderung tidak mendidik. Masih bagus kalau iklan-iklan tersebut mengandung unsur yang mampu membangkitkan semangat masyarakat dalam menjalani kehidupan dan meraih keberhasilan. Ironisnya, saya melihat iklan-iklan tersebut justru mendukung terciptanya masyarakat baru yang konsumtif, bukan produktif. Apalagi ketika saya melihat ada beberapa papan reklame yang ditempeli tulisan seperti: REKLAME INI BELUM BAYAR PAJAK. Geli rasanya hati ini melihat pemandangan seperti itu.
Saya sempat berpikir, bagaimana sih sebenarnya kerjaan badan-badan tertentu untuk mengurus hal semacam ini. Masyarakat menjadi kurang peduli terhadap peraturan, mungkin karena perilaku dari pihak yang menjaga undang-undang itu sendiri yang (maaf) kurang beres. Jadinya, pihak-pihak itu cenderung lebih suka melakukan tindakan represif ketimbang tindakan preventif. Apalagi ketika ada baliho besar yang dipasang di persimpangan empat yang menutupi traffic light. Sungguh pemandangan yang mengerikan.
Saya hanya berharap, Bapak/Ibu DPRD untuk bersikap peduli terhadap rakyat kecil. Terhadap pemuda-pemuda dari latar belakang keluarga yang tidak mampu. Karena justru dari merekalah, bangsa ini bisa berdiri layaknya menara Eiffel yang menjulang seperti menembus langit. Anda cukup memberikan peluang bagi kami semua, para remaja Sumatera Utara, untuk mengembangkan bakat dan potensi yang ada. Manfaatkanlah sumber daya yang ada. Tidak mesti dari kapasitas yang besar. Mulailah dari hal paling kecil. Sebab, dari hal kecil kita bisa menciptakan gagasan yang besar.
Yang perlu saya ingatkan kepada Anda adalah ketika Anda sudah terpilih menjadi anggota DPRD Sumut, itu berarti perubahan berpihak kepada Anda. Entah perubahan besar, kecil, baik, atau buruk, tinggal bagaimana Anda menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Hati Anda adalah hati rakyat. Pikiran Anda adalah apa yang dipikirkan rakyat. Dan ucapan Anda adalah realitas yang benar-benar diharapkan oleh rakyat. Jadilah pribadi yang tegas, jujur, berkeadilan, dan antisipasi.
Seperti apa yang dikatakan Satjipto Rahardjo dalam bukunya, Indonesia adalah negara dengan makna. Maka, galilah makna tersebut dalam kehidupan kita semua. Karena dengan menemukan makna, kita dapat mengetahui kehidupan yang sesungguhnya. Kita dapat merasakan bahwa kita sama-sama menginginkan hal yang sama. Berjuang untuk yang sama. Dan kelak, kita akan sama-sama merasakan apa yang telah kita perbuat.
Yah, mungkin itu saja yang bisa saya beritahukan kepada Bapak/Ibu DPRD Sumut. Terimakasih karena mau mendengarkan keluh kesah saya. Dalam pribadi saya, Anda telah menjadi orangtua yang berhasil ketika Anda mencoba untuk menerima kritikan dan hinaan dengan hati yang lapangan. Sebab hati yang besar, adalah ketika kita mencoba menerima kita apa adanya. Ketika kita mencoba membenarkan realitas ketimbang absurditas.
Assalamu’alaikum WR. WB.
He….he…., entah apa maksudku mempublikasikan tulisan ini? Tapi, yang jelas tulisan ini telah mengantarkanku menjadi peringkat ketiga dalam lomba itu. Ah, entah kalian akan mengerti atau tidak, aku hanya ingin menepuk pipi kalian saja.
Paling tidak supaya kalian bangun dari kenyataan!!!!!
0 komentar:
Posting Komentar